BAB 2
KEHIDUPAN
MANUSIA DAN HASIL-HASIL BUDAYA MASYARAKAT PRAAKSARA

A. Museum Manusia Purba
1. Museum Sangiran
Sangiran
terletak di perbatasan kabupaten Sragen dan kabupaten Karanganyar, Jawa tengah.
Lokasi tersebut memberikan petunjuk tentang keberadaan manusia sejak 150.000
tahun yang lalu. Situs sangiran menjadi sangat terkenal dengan
penemuan-penemuan fosil Homo Erectus secara sporadik dan berkesinambungan.
Situs itu ditetapkan secara resmi sebagai Warisan Dunia pada 1996, (World
Heritage List).


2. Museum Trinil
Trinil merupakan desa di
pinggiran Bengawan Solo, masuk wilayah administrasi kabupaten Ngawi, Jawa
Timur. Ekskavasi yang dilakukan oleh Eugene Dubois di Trinil telah membawa
penemuan sisa-sisa manusia purba yang sangat berharga bagi dunia pengetahuan.
Ditemukan atap tengkorak Pithecanthropus erectus, dan beberapa buah tulang paha
(utuh dan fragmen) yang menunjukkan pemiliknya telah berjalan tegak.

B. Jenis-jenis manusia purba
1. Meganthropus
Meganthropus
menurut bahasa latin berarti Manusia Besar, diperkirakan merupakan jenis
manusia purba yang lebih tua dari pada Pithecanthropus Erectus. Fosil
yang ditemukan di nusantara yaitu Meganthropus palaeojavanicus. Artinya
manusia besar tertua dari Jawa. Ciri-cirinya:
diperkirakan
memiliki ukuran sangat besar atau raksasa.
hidup
pada 1-2 juta tahun lalu (zaman pleistosen awal).
Diperkrakan
berbadan tegap dan
makanannya
berupa tumbuh-tumbuhan.
2. Pithecanthropus
Pithecanthropus
memiliki arti manusia kera. Beberapa jenis Pithecanthropus
yang ditemukan di Indonesia yaitu Pithecanthropus mojokertensis dan Pithecanthropus
erectus.
·
Fosil ini ditemukan Eugene Dubois desa
Trinil, Ngawi, Jawa Timur tahun 1891
Pithecanthropus mojokertensis merupakan manusia purba jenis Pithecanthropus
tertua yang ditemukan di Indonesia.
ciri-ciri fisik Pithecanthropus
mojokertensis diperkirakan yaitu tulang pipi kuat, berbadan tegap, tonjolan
kening tebal, otot-otot tengkuk kukuh, muka menonjol ke depan, dan volume otak
650–1.000 cc.
3. Homo
a. Homo sapiens
artinya manusia cerdas. Tingkat kecerdasan Homo
sapiens salah satunya disebabkan volume otaknya yang jauh lebih besar
daripada jenis manusia purba sebelumnya.
·
Homo sapiens diperkirakan memiliki ciri-ciri fisik
antara lain tengkorak besar, volume otak diperkirakan 1.650 cc, muka datar dan
lebar, akar hidung lebar, bagian mulut menonjol sedikit, dahi agak miring, di
atas rongga mata ada busur kening yang nyata, langit-langit mulut besar dan
dalam, rahang bawah masif, gigi besar-besar, serta tinggi badan sekira 173 cm.
·
Jenis-jenis Homo sapiens yang
ditemukan di Indonesia yaitu Homo wajakensis, Homo soloensis, dan
Homo floresiensis.
b. Homo soloensis
Fosil Homo soloensis pertama
kali ditemukan oleh von Koenigswald pada 1931–1934 di daerah Ngandong, di tepi
Sungai Bengawan Solo. Selain itu, fosil Homo soloensis ditemukan di
Sambungmacan dan Ngawi.
Manusia purba Homo soloensis diperkirakan
hidup pada 900–200 ribu tahun lalu.
c. Homo floresiensis
Homo floresiensis ditemukan oleh para ilmuwan
dari Australia pada 2003 dalam ekskavasi di gua Liang Bua, Flores. Manusia
purba ini hidup di Kepulauan Flores sekitar 18.000 tahun lalu.
Menurut tim ilmuwan yang menemukan
fosil tersebut, Homo floresiensis merupakan keturunan spesies Homo
erectus yang hidup di Asia Tenggara sekira 1 juta tahun lalu. Akibat proses
seleksi alam, tubuh mereka berevolusi menjadi bentuk lebih kecil.
Dalam jurnal ilmiah Nature, para
ilmuwan menjelaskan Homo floresiensis sebagai spesies baru manusia.
Sementara itu, menurut Teuku Jacob, Homo floresiensis bukan merupakan
spesies baru, melainkan nenek moyang dari orang-orang Katai di Flores yang
menderita penyakit microcephalia, yaitu bertengkorak kecil dan berotak
kecil.

Homo
C. Corak kehidupan masyarakat pada
zaman praaksara
1.
Pola hunian
Ada dua
karakter khas hunian manusia purba, yaitu kedekatan dengan sumber air dan
adanya kehidupan di alam terbuka. situs-situs purba yang ada disepanjang sungai
bengawan solo (sangiran, sambung macan, trinil, ngawi, dan ngandong) adalah
contoh dari adanya kecenderungan manusia purba menghuni lingkungan dipinggir
sungai. Keadaan air disuatu lingkungan mengundang datangnya binatang untuk
hidup disekitarnya. Keberadaan air
dimanfaatkan manusia sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dengan melalui sungai manusia juga dapat melakukan mobilitas dari satu tempat
ke tempat lainya. Manusia purba mempunyai kecenderungan untuk menghuni
lingkungan terbuka di sekitar aliran sungai. Manusia purba tersebut juga
memanfaatkan berbagai sumber daya lingkungan yang tersedia, salah satunya
tinggal di gua-gua.
2. dari berburu, meramu dan sampai
bercocok tanam
diperkirakan manusia zaman
pra-aksara mula-mula hidup dengan cara berburu dan meramu. Hidup mereka umumnya
masih tergantung pada alam. Untuk mempertahankan hidupnya mereka menerapkan
pola hidup nomaden atau berpindah-pindah tergantung dari bahan makanan yang
tersedia. Alat-alat yang digunakan terbuat dari batu yang masih sederhana. Hal
ini terutama berkembang pada manusi Meganthropus dan Pithecanthropus.
Masa manusia purba berburu dan meramu itu
sering disebut dengan masa food gathering. Mereka hanya mengumpulkan dan
menyeleksi makanan karena belum dapat mengusahakan jenis tanaman untuk
dijadikan bahan makanan. Dalam perkembangannya mulai ada sekelompok manusia
purba yang bertempat tinggal sementara, misalnya di gua-gua, atau di tepi
pantai.
Peralihan Zaman Mesolitikum
ke Neolitikum menandakan adanya revolusi kebudayaan dari food gathering menuju
food producing dengan Homo
sapien sebagai pendukungnya.
Mereka tidak hanya mengumpulkan makanan tetapi mencoba memproduksi makanan
dengan menanam.
Berikut ini ciri-ciri masa bercocok tanam:
1) sudah mengenal bercocok tanam
2) menggunakan peralatan dari batu yang
masih kasar
3) belum mempunyai tempat tinggal yang
menetap
4) sudah dapat mengolah bahan makanan
sendiri
2.
sistem kepercayaan
Sistem kepercayaan
masyarakat diperkirakan mulai tumbuh pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut yang terjadi pada zaman Mesolithikum. . Kepercayaan terhadap roh
inilah yang dikenal dengan istilah animisme. Animisme berasal dari kata Anima
artinya jiwa atau roh, sedangkan isme artinya paham atau kepercayaan. Selain
itu terdapat juga kepercayaan Dinamisme. Dinamisme adalah kepercayaan terhadap
benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Dengan demikian
kepercayaan masyarakat pra sejarah adalah Animisme dan Dinamisme.
D. Hasil kebudayaan masyarakat praaksara Indonesia
1. Antara
batu dan tulang
a.
kebudayaan Pacitan
Ciri kebudayaan zaman Pacitan
yaitu alat-alat dari batu yakni kapak genggam. Kapak genggam
terkenal juga dengan sebutan kapak perimbas/ chopper yang digunakan sebagai
alat penetak. Alat-alat ini pertama kali ditemukan di Pacitan Jawa Timur. Kapak
perimbas juga tersebar di wilayah Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi
Selatan, Bali, Flores, dan Timor. Pada
zaman ini alat-alat terbuat dari batu yang masih kasar dan belum dihaluskan.
Kapak
genggam digunakan untuk menumbuk biji-bijian, membuat serat-serat dari
pepohonan, membunuh binatang buruan, dan sebagai senjata menyerang lawannya. Pendapat para ahli condong kepada jenis
manusia Pithecanthropus atau keturunan-keturunannya sebagai pencipta
budaya Pacitan.

kapak perimbas/chopper
b.
kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong berkembang di daerah
Ngandong dan juga Sidorejo, dekat Ngawi. Di daerah ini banyak ditemukan
alat-alat dari batu dan juga alat-alat dari tulang. Alat-alat dari tulang ini
berasal dari tulang binatang dan tanduk rusa yang diperkirakan digunakan
sebagai penusuk atau belati. Selain itu, ditemukan juga alat-alat seperti
tombak yang bergerigi. Di Sangiran juga ditemukan alat-alat dari batu,
bentuknya indah seperti kalsedon. Alat-alat ini sering disebut dengan flakes. Sebaran artefak
dan peralatan paleolitik cukup luas sejak dari daerah-daerah di Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan
Halmahera.

Alat-alat dari tulang binatang atau
tanduk rusa Flakes
2. Antara
pantai dan gua
a.
kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger istilah
dari bahasa Denmark, kjokken berarti dapur dan modding dapat
diartikan sampah (kjokkenmoddinger = sampah dapur). Dalam kaitannya
dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan tumpukan timbunan
kulit siput dan kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara
Langsa di Aceh sampai Medan. Dengan kjokkenmoddinger ini dapat memberi
informasi bahwa manusia purba zaman Mesolitikum umumnya bertempat
tinggal di tepi pantai.
b.
kebudayaan Abris Sous Roche
Kebudayaan abris sous roche merupakan hasil kebudayaan yang
ditemukan di gua-gua. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia purba pendukung
kebudayaan ini tinggal di gua-gua. Beberapa hasil teknologi bebatuan yang
ditemukan misalnya ujung panah, flakke, batu penggilingan. Juga
ditemukan alat-alat dari tulang dan tanduk rusa. Kebudayaan abris sous
roche ini banyak ditemukan misalnya di Besuki, Bojonegoro, juga di daerah
Sulawesi Selatan seperti di Lamoncong.

Alat-alat dari tulang binatang atau
tanduk rusa Flakes
2. Antara pantai dan gua
a. kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger istilah dari bahasa Denmark, kjokken berarti
dapur dan modding berarti sampah (kjokkenmoddinger = sampah
dapur). kjokkenmoddinger merupakan tumpukan timbunan kulit siput dan
kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh
sampai Medan. Pada situs tersebut ditemukan pebble atau kapak sumatera yakni
sejenis kapak genggam. Selain itu ditemukan pula batu-batu penggiling/batu
pipisan untuk menumbuk.
b. kebudayaan Abris Sous Roche
Kebudayaan abris
sous roche merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di gua-gua. Hal ini
mengindikasikan bahwa manusia purba pendukung kebudayaan ini tinggal di
gua-gua. Kebudayaan ini pertama kali dilakukan penelitian oleh Von Stein
Callenfels di Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo. Penelitian dilakukan tahun 1928
sampai 1931. Beberapa hasil teknologi bebatuan yang ditemukan misalnya ujung
panah, flakke, batu penggilingan. Juga ditemukan alat-alat dari tulang
dan tanduk rusa. Kebudayaan abris sous roche ini banyak ditemukan
misalnya di Besuki, Bojonegoro, juga di daerah Sulawesi Selatan seperti di
Lamoncong.
3. Mengenal api
Berdasarkan data arkeologi,
penemuan api kira-kira terjadi pada 400.000 tahun yang lalu yaitu pada periode
manusia Homo erectus. api pada masa itu gunakan untuk :
- menghangatkan
diri dari cuaca dingin.
- memasak
makanan, dengan cara membakar dan menggunakan bumbu tertentu.
- senjata
guna menghalau binatang buas yang menyerang.
- sumber
penerangan.
- membuka
lahan guna bercocok tanam. Kebiasaan bertani dengan menebang lalu bakar (slash
and burn) adalah kebiasaan yang tetap berkembang sampai sekarang.
4. Sebuah revolusi
a.
kebudayaan kapak persegi
Kapak persegi berbentuk
persegi panjang dan ada juga yang berbentuk trapesium. Ukuran alat ini juga
bermacam-macam. Kapak persegi yang besar sering disebut dengan beliung atau pacul (cangkul), bahkan sudah ada yang diberi tangkai sehingga
persis seperti cangkul zaman sekarang. Sementara yang berukuran kecil dinamakan
tarah atau tatah. Penyebaran alat-alat ini terdapat di Sumatra,
Jawa dan Bali. Diperkirakan sentra sentra teknologi kapak persegi ini ada di
Lahat (Palembang), Bogor, Sukabumi, Tasikmalaya (Jawa Barat), kemudian
Pacitan-Madiun, dan di Lereng Gunung Ijen (Jawa Timur).

Kapak
persegi dari Bali kapak
persegi dengan tangkai
b.
kebudayaan kapak lonjong
Bentuk keseluruhan alat ini
lonjong seperti bulat telur. Pada ujung yang lancip ditempatkan tangkai
dan pada bagian ujung yang lain diasah sehingga tajam. Kapak yang ukuran besar
sering disebut walzenbeil dan yang kecil dinamakan kleinbeil. Penyebaran
jenis kapak lonjong ini terdapat di pacitan, cilacap, sumatera dan sumba. Berkembangnya
jenis kapak batu juga ditemukan barang-barang perhiasan, seperti gelang dari
batu, juga alat-alat gerabah atau tembikar. Bebatuan yang dipergunakan adalah
jenis batuan kersikan (silicified stones). Jenis-jenis batuan ini di
samping keras, sifatnya yang retas dengan pecahan yang cenderung tajam dan
tipis, sehingga memudahkan pengerjaan.
5. Perkembangan zaman logam
a.
hasil budaya zaman besi
Pada zaman ini
orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat
yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan
tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat
tinggi, yaitu ±3500 °C. Zaman besi juga banyak menghasilkan benda-benda
peralatan hidup dan senjata, seperti: tombak, mata panah, sabit, mata pisau,
kapak, pedang dan mata bajak. Benda peninggalan zaman besi tidak banyak
ditemukan karena sifatnya yang mudah berkarat. Alat-alat tersebut ditemukan di
Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan Punung (Jawa Timur).
b.
hasil budaya zaman perunggu
Pada zaman perunggu ini, manusia telah
menemukan logam campuran yang lebih keras dari tembaga. Campuran antara tembaga
dan timah putih ini disebut perunggu. Logam campuran ini dibentuk menjadi
peralatan yang sesuai dengan kebutuhan. Barang yang dihasilkan antara lain arca
perunggu, kapak corong, nekara perunggu, bejana perunggu, perhiasan perunggu
dan candrasa.
3. Konsep
ruang pada hunian
Manusia mengenal arsitektur dimulai dari
pembuatan tanda-tanda di alam untuk membedakan dengan wilayah lainnya. Pada
saat itu manusia sudah mulai merancang sebuat tempat. Dari pola mata
pencaharian manusia yang sudah mengenal berburu dan melakukan pertanian
sederhana dengan ladang berpindah memungkinkan adanya pola pemukiman yang telah
menetap.
Gambar-gambar dinding goa tidak hanya
mencerminkan kehidupan sehari hari, tetapi juga kehidupan spiritual. Cap-cap
tangan dan lukisan di goa yang banyak ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi
Selatan dikaitkan dengan ritual penghormatan atau pemujaan nenek moyang,
kesuburan, dan inisiasi.
Bentuk pola hunian dengan menggunakan
penadah angin, menghasilkan pola menetap pada manusia masa itu. Pola hunian itu
sampai saat ini masih digunakan oleh Suku Bangsa Punan yang tersebar di
Kalimantan. Bentuk hunian itu merupakan bagian bentuk awal arsitektur di luar
tempat hunian di goa. Secara. konsep ruang mereka masih kurang bersifat
geometris teratur karena masih mengikuti pola alam. Pola garis lengkung tak
teratur seperti aliran sungai, dan pola spiral seperti rute yang ditempuh
mungkin adalah citra pola ruang utama mereka.
E.
Teori tentang asal usul nenek moyang bangsa Indonesia
1. Teori asal usul nenek moyang bangsa
Indonesia
a. Teori Yunan
Menurut Moh.
Ali, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan yang terletak di wilayah
Myanmar sekarang. Pendapat ini didasarkan pada argumen bahwa nenek moyang
bangsa Indonesia berasal dari hulu-hulu sungai besar di Asia dan kedatangannya
ke Indonesia dilakukan secara bergelombang. Gelombang pertama berlangsung dari
tahun 3000 SM-1500 SM dengan menggunakan perahu bercadik satu. Sedangkan
gelombang kedua berlangsung antara tahun 1500 SM – 500 SM dengan menggunakan
perahu bercadik dua.
b. Teori Nusantara
Prof. Mohammad
Yamin berpendapat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Indonesia sendiri. Pendapat ini
didasarkan pada penemuan fosil-fosil dan artefak artefak manusia tertua di
Indonesia dalam jumlah yang banyak. Di samping itu, Mohammad Yamin
berpegang pada prinsip Blood Und Breden Unchro, yang berarti darah dan tanah
bangsa Indonesia berasal dari Indonesia sendiri. Manusia purba mungkin telah
tinggal di Indonesia, sebelum terjadi gelombang perpindahan bangsa-bangsa dari
Yunan dan Campa ke wilayah Indonesia.
c.
Teori out of Africa dan teori out of Taiwan

Persebaran manusia praaksara
Sekitar 60.000 tahun yang lalu terdapat sekelompok
manusia yang dengan semangat untuk mencari tempat penghidupan baru dengan melintasi
selat-selat dan laut hingga mencapai Kepulauan Nusantara. Mereka adalah Homo
sapiens yakni Manusia Modern Awal. Teori ini disebut sebagai Teori
Out of Africa. Pada saat berakhirnya zaman es sekitar 12.000 tahun yang
lalu, terjadi Kenaikan muka laut yang dratis mendorong homo sapiens tersebut melakukan
persebaran ke berbagai arah di kepulauan nusantara. Persebaran mereka ini juga
telah merubah peta hunian mereka. Kondisi alam yang saat itu mendukung, semakin
meyakinkan mereka untuk menetap ditempat hunian yang baru. Para ahli
menggolongkan mereka sebagai Ras Australomelanesid.
Mereka kemudian hidup menyebar ke gua-gua.
Kemudian, sekitar 4000–3000 tahun yang
lalu, kepulauan Indonesia kedatangan orang-orang baru. Mereka ini membawa
budaya baru yang disebut dengan budaya Neolitik. Budaya ini dicirikan dengan
kehidupan yang menetap dan domestikasi hewan dan tanaman. Pendatang yang
berbicara dengan tutur Austronesia ini diperkirakan datang dari Taiwan yang menyebar
ke Sulawesi juga Kalimantan. Dari sinilah mereka kemudian menyebar ke berbagai
pelosok Kepulauan Nusantara. Pendatang yang lain tampaknya berasal dari Asia
Tenggara Daratan. Mereka dapat mencapai Kepulauan Nusantara bagian barat
melalui Malaysia. Teori inilah yang disebut sebagai teori Out of Taiwan.
Pertemuan para pendatang ini dengan populasi Australomelanesia pun tak dapat
dielakkan. Adaptasi dan interaksi diantara sesama pun terjadi hingga mereka
melakukan perkawinan campuran hingga terjadi interaksi budaya dan dalam
beberapa hal silang genetika pun tak dapat dihindari. Proses interaksi yang
berlanjut memperlihatkan keturunan Ras Australomelanesid yang sekarang lebih
dikenal sebagai populasi Melanesia.
2. Bangsa pendatang
a. Proto melayu
Bangsa Proto Melayu memasuki
wilayah Indonesia melalui 2 (dua) jalan, yaitu: Jalan barat dari Semenanjung
Malaka ke Sumatera dan Jalan timur dari Semenanjung Malaka ke Filipina dan
Minahasa. Bangsa Proto Melayu memiliki kebudayaan yang lebih tinggi dari
kebudayaan Homo Sapiens yakni kebudayaan batu muda (neolitikum).
Hasil-hasil kebudayaan mereka masih terbuat dari batu, tetapi telah dikerjakan
dengan baik sekali (halus). Kapak persegi merupakan hasil kebudayaan bangsa
Proto Melayu yang masuk ke Indonesia melalui jalan barat dan kapak lonjong
melalui jalan timur. Keturunan bangsa Proto Melayu yang masih hidup hingga
sekarang, di antaranya adalah suku bangsa Dayak, Toraja, Batak, Papua.
b. Deutro melayu
Deutro
Melayu. Sejak tahun 500 SM, bangsa Deutro Melayu memasuki wilayah Indonesia
secara bergelombang melalui jalan barat. Kebudayaan bangsa Deutro Melayu lebih
tinggi dari kebudayaan bangsa Proto Melayu. Hasil kebudayaan mereka
terbuat dari logam (perunggu dan besi). Kebuadayaan mereka sering disebut
kebudayaan Dong Song, yaitu suatu nama kebudayaan di daerah Tonkin (bagian
paling utara Vietnam) yang memiliki kesamaan dengan kebudayaan bangsa Deutro
Melayu.
c. Melanesoid
Mereka tersebar di lautan Pasifik di
pulau-pulau yang letaknya sebelah Timur Irian dan benua Australia. Di Kepulauan
Indonesia mereka tinggal di Papua Barat, Ambon, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara
Timur. Bersama dengan Papua-Nugini dan Bismarck, Solomon, New Caledonia dan
Fiji, Vanuatu, mereka tergolong rumpun Melanesoid. Pada mulanya kedatangan
Bangsa Melanesoid di Kepulauan Indonesia berawal saat zaman es terakhir, yaitu
tahun 70.000 SM. Pada saat itu Kepulauan Indonesia belum berpenghuni. Bangsa
Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hingga ke Papua, selanjutnya ke Benua
Australia, yang sebelumnya merupakan satu kepulauan yang terhubung dengan
Papua. Bangsa Melanesoid saat itu hingga mencapai 100 ribu jiwa meliputi
wilayah Papua dan Australia. Peradaban bangsa Melanesoid dikenal dengan
paleotikum.
Pada saat masa es berakhir dan air laut
mulai naik lagi pada tahun 5000 S.M, kepulauan Papua dan Benua Australia
terpisah seperti yang dapat kita lihat saat ini. Pada saat itu jumlah penduduk
mencapai 0,25 juta dan pada tahun 500 S.M. mencapai 0,5 jiwa. Asal mula bangsa
Melanesia, yaitu Proto Melanesia merupakan penduduk pribumi di Jawa. Mereka
adalah manusia Wajak yang tersebar ke timur dan menduduki Papua, sebelum zaman
es berakhir dan sebelum kenaikan permukaan laut yang terjadi pada saat itu.
Bangsa Proto Melanesoid terus terdesak oleh bangsa Melayu. Mereka yang belum
sempat mencapai kepulauan Papua melakukan percampuran dengan ras baru itu.
Percampuran bangsa Melayu dengan Melanesoid menghasilkan keturunan
Melanesoid-Melayu, saat ini mereka merupakan penduduk Nusa Tenggara Timur dan
Maluku.
F.
Nilai-nilai masyarakat praaksara
1. Nilai Religisitas (Kepercayaan)
Kepercayaan pada masa praaksara
yaitu animisme dan dinamisme masih ada hingga saat ini, khususnya di Indonesia.
Perwujudan dari masih adanya kepercayaan animisme dan dinamisme dapat dilihat
dari kegiatan-kegiatan sehari-hari di lingkungan kita. Seperti sesaji untuk
orang yang telah mati, dengan kepercayaan bahwa orang yang mati itu akan kembali
ke rumah untuk menengok keluarga, hal tersebut merupakan perwujudan dari
kepercayaan animisme. Kedua, benda-benda seperti gamelan, keris, atau batu
tertentu yang kerap kali dimandikan dan diberi sesaji merupakan wujud dari
kepercayaan dinamisme yang massih ada hingga sekarang.
2. Nilai Gotong Royong
Gotong royong yang sudah ada
sejak masa praaksara berhasil lestari hingga sekarang. Nilai gotong royong
tersebut merupakan nilai yang terangkum di dalam Pancasila. Gotong royong dapat
kita saksikan ketika ada acara-acar tertentu seperti acar kebudayaan, membangun
fasilitas umum, dan hajatan.
Di desa gotong royong tidak
bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Ketika bertani, seorang petani desa
biasa dibantu oleh kawan-kawannya untuk menanam padi. Namun berbeda lagi dengan
di kota. Tradisi gotong royong di masyarakat kota sudah mulai terkikis.
Masyarakat kota sudah jarang yang mengenal gotong royong, melainkan menggunakan
sistem upah.
3. Nilai Musyawarah
Kehidupan berkelompok pada
masyarakat praaksara telah mengilhami masyarakat modern pada saat ini untuk
tetap melakukan musyawarah dalam mengambil keputusan. Pengambilan keputusan
dengan musyawarah dari zaman praaksara sampai sekarang dapat dilihat ketika
adanya musyawarah untuk memilih pemimpin di desa/kota. Meskipun sebagian ada
yang melakukan dengan cara voting atau pencoblosan, namun pelaksanaannya tetap
memerlukan musyawarah.
4. Nilai Keadilan
Nilai keadilan dapat dijumpai di
lingkungan keluarga. Ketika masyarakat praaksara berlangsung, tugas laki-laki
adalah berburu, sedangkan tugas wanita adalah mengurus kebutuhan rumah.Hal
tersebut masih ada dapat dijumpai sampai sekarang. Namun, zaman sekarang sudah
menjadi umum ketika dijumpai wanita bekerja di luar rumah atau biasa disebut wanita
karier, akan tetapi wanita tersebut tetap tidak lupa mengurus segala kebutuhan
rumah.
5. Tradisi Bercocok Tanam
Khusus untuk tradisi ini
hanya dapat dijumpai di pedesaan. Hal tersebut dikarenakan sudah tidak adanya
lahan di kota untuk bercocok tanam. Banyak lahan di kota yang sudah menjadi
gedung-gedung bertingkat dan jalanan beraspal.
6. Tradisi Bahari
Komentar
Posting Komentar